Tak terasa kini kita memasuki musim penghujan. Mendaki gunung dimusim penghujan mungkin mempunyai tantangan tersendiri. Bagi mereka kaum “pendaki” musim penghujan bukanlah suatu alasan untuk tidak mendaki gunung. Asalkan dengan memperhatinan safety prosedur dan persiapan pendakian yang matang, kegiatan mendaki gunung di musim hujan bisa dilakukan.
Ketika tetesan air hujan mulai menghiasi muka bumi, kami dari Komunitas Pendaki Laka-Laka yang terdiri dari tujun personil (Syamsul Arifin, Agus Eong, Arif, Alas Perdu, Zulfikar, Afan, Via) melaksanakan pendakian ke Puncak Gunung Slamet. Jalur pendakian yang kami pilih kali ini yaitu melalui jalur Bambangan di Kabupaten Purbalingga. Jalur Bambangan merupakan jalur terpopuler untuk pendakian, karena jalur Bambangan merupakan jalur terpendek. Sehingga jalur ini sering dipilih para pendaki yang mendaki ke puncak gunung Slamet.
Perjalanan kami mulai dari Basecamp (BC) Pendaki Laka-Laka di Jalan Kaligung 29 Tegal. Malam harinya sebelum tim diberangkatkan, seperti biasa kami melalukan briefing persiapan dan kesiapan tim. Tim bermalam di BC Pendaki Laka-Laka untuk mempermudah pemberangkatan diesok harinya. Peralatan dan perlengkapan dicek ulang untuk memastikan semua bisa berjalan dengan lancar ketika digunakan..
Pagi harinya 28 November 2015 kami memulai perjalanan sekitar pukul 06.30 wib dengan menggunakan kendaraan roda dua.. Dari kota Tegal perjalanan dilanjutkan ke Slawi menuju Jatinegara melewati jalanan yang ternyata telah selesai diperbaiki. Jalanan di kawasan perbukitan Jatinegara begitu mulus sehingga mudah untuk dilewati kendaraan bermotor.
Perjalanan diteruskan menuju Randudongkal, melewati Belik dan
dilanjutkan ke arah Purbalingga. Kurang lebih sekitar 1 km dari gerbang
selamat datang di Kabupaten Purbalingga, kita akan bertemu pertigaan
Serayu menuju area wisata Goa Lawa. Pertigaan ini ditandai dengan patung
kelelawar besar sehingga bisa digunakan sepagai tanda dan memudahkan
kita untuk menuju lokasi basecamp Bambangan. Perjalanan diteruskan
melewati jalan aspal perkampung dan melewati hutan pinus. Kurang lebih
butuh waktu 20 menit dari pertigaan Serayu akhirnya kita sampai di
Basecamp Bambangan.
Kisaran pukul 10.00 pagi kita sampai di Basecamp Bambangan. Kami sempatkan untuk istirahat setelah melakukan perjalanan jauh.
Simaksi pendakian gunung Slamet sebesar Rp. 5.000 / orang. Boleh dibilang masih cukup murah untuk seukuran gunung Slamet. Banyak para pendaki termasuk kami yang penasaran dengan panorama kawah baru gunung Slamet. Inilah yang membuat mengapa pamor gunung Slamet di penghujung tahun 2015 naik setelah jalur pendakian dibuka di bulan September tahun 2015 kemarin.
Selesai isoma kami mulai melakukan pendakian sekitar pukul 12.30 wib. Baru saja beberapa langkah kami melewati gapura pendakian, hujan deras mengguyur kami. Tim dan beberapa rombongan lain terpaksa meneduh di salah satu rumah penduduk. Setengah jam kemudian hujan mulai mereda dan kami melanjutkan perjalanan.
Seperti biasanya saya selalu setia dengan selembar kertas dan pena yang menemani sepanjang perjalanan ini. Sebuah catatan perjalanan mungkin dianggap remeh untuk beberapa pendaki. Tetapi bagi saya sebuah catatan perjalanan penting artinya. Ini bisa menjadi bagian cerita yang bisa kami bagi untuk teman-teman. Catatan perjalanan bahkan panduan bagi pendaki lain ketika melakukan pendakian di jalur yang sama.
Basecamp - Pos I
Pondok Gembirung
Dari basecamp menuju Pos 1 kita akan melewati jalan aspal, pemukiman penduduk, perkebunan warga serta lapangan. Jalur yang dilewati masih banyak ditemui pohon pinus.
Kurang lebih butuh waktu 1,5 jam untuk sampai di Pos 1. Di pos satu
terdapat bangunan permanen. Di Pos ini para pedagang biasa menyediakan
makanan dan minuman hangat untuk para pendaki.
Pos 1 – Pos II
Pondok Walang
Salu rmenuju Pos 2 akan lebih menanjak dari sebelumnya. Vegetasi hutan mulai rapat dan jarang ditemui area lapang.
Kurang lebih butuh waktu 1 jam untuk sampai di Pos 2. Pos 2 memiliki dataran yang cukup luas.
Pos II – Pos III
Pondok Cemara
Menuju Pos 3 medan menanjak tetapi tidak seberat ketika kita Pos 1 menuju Pos 2. Kurang lebih sekitar 20 menit dari Pos 2 terdapat pertemuan jalur pendakian dari pemalang. Perhatikan jalur percabangan ini terutama ketika kita turun. Jalur menuju pos 3 melewati hutan yang cukup lebat dan semak-semak.
Kurang lebih sekitar 1 jam kita sudah sampai di Pos III. Di pos 3 area kemah tidak seluas di Pos 2.
Pos III – Pos IV
Samaranthu
Salur menuju pos IV medan menanjak dan masih didominasi hutan lebat. Di Pos 4 konon dikatakan kawasan angker karena itu area ini biasa disebut Pos Samaranthu (Hantu yang tidak terlihat). Butuh waktu 1 jam untuk sampai di Pos 4.
Pos IV – Pos V
Samyah Rangkah
Sekitar pukul 21.00 wib kami tiba di Pos 4. Kami langsung melanjutkan perjalanan mencari shelter yang cocok untuk mendirikan 2 buah tenda kami. Sekitar 10 menit kami menemukan shelter yang cukup luas dan memutuskan untuk makan malam dan bermalam.
Setelah istirahat cukup perjalanan dilanjutkan sekitar pukul 04.00 wib. Cuaca tampak cerah. Jalur menuju pos 5 kawasan didominasi oleh hutan lamtoro.
Pos V – Pos VI
Samyang Katebonan
Jalur menuju pos VI didominasi hutan lamtoro, vegetasi mulai berkurang. Kurang lebih butuh waktu ½ jam untuk menuju pos 6.
Pos VI – Pos VII
Samyang Kendit
Jalu rmenuju pos 7 banyak dijumpai pohon-pohon pendek, lamtoro. Trek mulai terbuka dan pemandangan yang cukup indah bisa dilihat sepanjang perjalanan menuju pos 7.
Sekitar ½ jam kita sudah sampai di Pos 7. Pos 7 merupakan pos favorit untuk mendirikan tenda. Selain tedapat bangunan permanen, disini areapun cukup luas dan dekat dengan kawasan puncak gunung Slamet. Kebetulan ketika kami melakukan pendakian, di Pos 7 terdapat pedangan makanan dan minuman hangat.
Pos VII – Pos VIII
Samyang Jampang
Menuju pos VIII kita akan melewati jalur menyerupai lorong.
Medan yang dilewati bebatuan dan terdapat pasir. Pepohonan masih didominasi oleh pohon lamtoro.. Kurang lebih butuh waktu ½ jam untuk menuju pos 8
Pos VIII – Pos IX
Pelawangan
Ini merupakan batas vegetasi. Jalur menuju pelawangan didominasi oleh bebatuan dan serta krikil.
Pemandangan sudah terbuka. Sunrise dapat terlihat sangat indah dari Pelawangan ini. Di pelawangan tedapat papan besar berlubang dan berwana orange.
Papan ini digunakan sebagai penunjuk arah ketika pendaki turun dari puncak. Papan ini memudahkan pendaki agar tidak tersesat atau keluar dari jalur yang semestinya. Sekitar ½ jam kita akan sampai di pos 9.Pelawangan
Pos IX – Puncak
Jalur menuju puncak berupa krikil, bebatuan lepas. Bebatuan dan krikil ini rawan longsor. Untuk standar safety, sebaiknya gunakan sepatu trekking, sehingga memudahkan kita ketika bertemu trek seperti ini.
Ketika kami menuju puncak suasana yang sebelumnya cerah, berubah berkabut. Pandangan mata hanya sekitar 5 meter karena tertutup kabut. Sinar matahari tampak malu menampakan jati dirinya.
Angin mulai berhembus sangat kencang. Ketika kita berdiam terlalu lama hawa dingin menusuk hingga kedalam. Area ini memang rawan badai karena berada di tempat terbuka.
Butuh waktu 1,5 jam untuk mencapai puncak gunung Slamet. Kami bergegas menuju puncak.
Dan sekitar pukul 07.00 wib kami bertujuh tiba di titik tertinggi di Jawa Tengah “Puncak Gunung Slamet”. Kebahagiaan menyertai tim kami, meski kondisi di puncak badai. Kabut menutupi area sekeliling kami. Pemandangan tidak tampak sama sekali kerena jarak pandang yang terlalu dekat karena tertutup kabut.
Tim memutuskan untuk beristirahat dan mengabadikan moment kebersamaan di puncak gunung Slamet. Kawah baru gunung yang seharusnya tampak indah dan berwarna, kai ini sama sekali tidak terlihat. Berjalan di puncak terasa sangat berat karena badai begitu kencang. Bendera komunitas kamipun sulit dibentangkan karena angin yang sangat kencang.
Karena kondisi badai, sekitar pukul 08.00 wib kami meutuskan untuk turun dan tidak berlama-lama di puncak. Hawa dingin dan angina kencang sangat menusuk badan kami. Terlalu lama di puncan bisa mnengakibatkan stamina dan kondisi tubuh akan menurun
Sebuah perjalanan yang istimewa bersama rekan satu komunitas Pendaki Laka-Laka. Kebersamaan kami tampak indah, berkesan dan nyata ketika kita berbagi. Sebuah persiapan, pengetahuan dan pengalamanlah yang membuat kita untuk tetap hidup. Hidup sebagai “mountaineer” yang mungkin akan terus mengalir di darah kami. Jangan pernah lelah untuk terus menapaki indahnya bumi ini….Indonesia
Story by : Alas Perdu